Rabu, Agustus 12, 2009

Kejujuran Sang Imam

Kejujuran Sang Imam
source: www.aswaja.net

Selepas sholat subuh, Imam Hanafi bersiap membuka tokonya, di pusat kota kufah. Diperiksanya dengan cermat pakaian dan kain yang akan dijual. Sewaktu menemukan pakaian yang cacat, ia segera menyisihkannya dan meletakkannya di tempat yang terbuka. Supaya kalau ada yang akan membeli, ia dapat memperlihatkannya.Ketika hari mulai siang, banyak pengunjung yang datang ke tokonya untuk membeli barang dagangannya. Tapi, ada juga yang hanya memilih-milih saja."Mari silakan, dilihat dulu barangnya. Mungkin ada yang disukai,"tawar Imam Hanafi tersenyum ramah.Seorang pengunjung tertarik pada pakaian yang tergantung di pojok kiri."Bolehkah aku melihat pakaian itu?" tanya perempuan itu. Imam Hanafi segera mengambilkannya."Berapa harganya?"tanyanya sambil memandangi pakaian itu. Pakaian ini memang bagus. Tapi, ada sedikit cacat di bagian lengannya."Imam Hanafi memperlihatkan cacat yang hampir tak tampak pada pakaian itu."Sayang sekali."perempuan itu tampak kecewa."Kenapa Tuan menjual pakaian yang ada cacatnya?""Kain ini sangat bagus dan sedang digemari. Walaupun demikian karena ada cacat sedikit harus saya perlihatkan. Untuk itu saya menjualnya separuh harga saja.""Aku tak jadi membelinya. Akan kucari yang lain,"katanya."Tidak apa-apa, terima kasih,"sahut Imam Hanafi tetap tersenyum dalam hati, perempuan itu memuji kejujuran pedagang itu. Tidak banyak pedagang sejujur dia. Mereka sering menyembunyikan kecacatan barang dagangannya.Sementara itu ada seorang perempuan tua, sejak tadi memperhatikan sebuah baju di rak. Berulang-ulang dipegangnya baju itu. Lalu diletakkan kembali. Imam Hanafi lalu menghampirinya."Silakan, baju itu bahannya halus sekali. Harganya pun tak begitu mahal.""Memang, saya pun sangat menyukainya." Orang itu meletakkan baju di rak. Wajahnya kelihatan sedih. "Tapi saya tidak mampu membelinya. Saya ini orang miskin,"katanya lagi.Imam Hanafi merasa iba. Orang itu begitu menyukai baju ini, saya akan menghadiahkannya untuk ibu,"kata Imam Hanafi."Benarkah? Apa tuan tidak akan rugi?""Alhamdulillah, Allah sudah memberi saya rezeki yang lebih."Lalu, Imam Hanafi membungkus baju itu dan memberikannya pada orang tersebut."Terima kasih, Anda sungguh dermawan. Semoga Allah memberkahi." Tak henti-hentinya orang miskin itu berterima kasih.Menjelang tengah hari, Imam Hanafi bersiap akan mengajar. Selain berdagang, ia mempunyai majelis pengajian yang selalu ramai dipenuhi orang-orang yang menuntut ilmu. Ia lalu menitipkan tokonya pada seorang sahabatnya sesama pedagang.Sebelum pergi, Imam Hanafi berpesan pada sahabatnya agar mengingatkan pada pembeli kain yang ada cacatnya itu."Perlihatkan pada pembeli bahwa pakaian ini ada cacat di bagian lengannya. Berikan separo harga saja," kata Imam Hanafi. Sahabatnya mengangguk. Imam Hanafi pun berangkat ke majelis pengajian.Sesudah hari gelap ia baru kembali ke tokonya."Hanafi, hari ini cukup banyak yang mengunjungi tokomu. O, iya! Pakaian yang itu juga sudah dibeli orang,"kata sahabatnya menunjuk tempat pakaian yang ada cacatnya."Apa kau perlihatkan kalau pada bagian lengannya ada sedikit cacat?" tanya Hanafi."Masya Allah aku lupa memberitahunya. Pakaian itu sudah dibelinya dengan harga penuh."sahabatnya sangat menyesal.Hanafi menanyakan ciri-ciri orang yang membeli pakaian itu. Dan ia pun bergegas mencarinya untuk mengembalikan sebagian uangnya."Ya Allah! Aku sudah menzhaliminya,"ucap Imam Hanafi.Sampai larut malam, Imam Hanafi mencari orang itu kesana-kemari. Tapi tak berhasil ditemui. Imam Hanafi amat sedih.Di pinggir jalan tampak seorang pengemis tua dan miskin duduk seorang diri. Tanpa berpikir panjang lagi, ia sedekahkan uang penjualan pakaian yang sedikit cacat itu semuanya."Kuniatkan sedekah ini dan pahalanya untuk orang yang membeli pakaian bercacat itu,"ucap Imam Hanafi. Ia merasa tidak berhak terhadap uang hasil penjualan pakaian itu.Imam Hanafi berjanji tidak akan menitipkan lagi tokonya pada orang lain.Keesokan harinya Imam Hanafi kedatangan utusan seorang pejabat pemerintah. Pejabat itu memberikan hadiah uang sebanyak 10.000 dirham sebagai tanda terima kasih. Rupanya sang ayah merasa bangga anaknya bisa berguru pada Imam Hanafi di majelis pengajiannya. Imam Hanafi menyimpan uang sebanyak itu disudut rumahnya. Ia tidak pernah menggunakan uang itu untuk keperluannya atau menyedekahkannya sedikitpun pada fakir miskin.Seorang tetangganya merasa aneh melihat hadiah uang itu masih utuh."Kenapa Anda tidak memakainya atau menyedekahkannya?" tanyanya."Tidak, Aku khawatir uang itu adalah uang haram," kata Imam Hanafi.Barulah tetangganya mengerti kenapa Imam Hanafi berbuat begitu. Uang itu pun tetap tersimpan disudut rumahnya. Setelah beliau wafat, hadiah uang tersebut dikembalikan lagi kepada yang memberinya.

Peristiwa-Peristiwa di Bulan Sya'ban

Peristiwa di bulan Sya’ban
1. Pindah Qiblat
Pada bulan Sya’ban, Qiblat berpindah dari Baitul Maqdis, Palistina ke Ka’bah, Mekah al Mukarromah. Demikianlah peristiwa ini terjadi setelah turun ayat,
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al Baqarah; 144)
2. Turun Ayat Sholawat Nabi
Diturunkannya ayat tentang anjuran membaca sholawat kepada baginda Nabi saw, yaitu ayat:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat- Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al Ahzab;56)
Keutamaan Sya’ban
1. Diangkatnya Amal Manusia
Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: “Saya berkata: “Ya Rasulullah, saya tidak pernah melihatmu berpuasa dalam suatu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu di bulan Sya’ban.” Maka beliau bersabda: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadhan. Dan merupakan bulan yang di dalamnya diangkat amalan-amalan kepada rabbul ‘alamin. Dan saya menyukai amal saya diangkat, sedangkan saya dalam keadaan berpuasa.” (HR. Nasa’i).
2.. Disebut Sebagai Bulan Al Quran
Bulan Sya’ban dinamakan juga bulan Al Quran, sebagaimana disebutkan dalam beberapa atsar. Memang membaca Al Quran selalu dianjurkan di setiap saat dan di mana pun tempatnya, namun ada saat-saat tertentu pembacaan Al Quran itu lebih dianjurkan seperti di bulan Ramadhan dan Sya’ban, atau di tempat-tempat khusus seperti Mekah, Roudloh dan lain sebagainya.
Syeh Ibn Rajab al Hambali meriwayatkan dari Anas, “Kaum muslimin ketika memasuki bulan Sya’ban, mereka menekuni pembacaan ayat-ayat Al Quran dan mengeluarkan zakat untuk membantu orang-orang yang lemah dan miskin agar mereka bisa menjalankan ibadah puasa Ramadhan.Malam Nishfu Sya’banSuatu malam rasulullah salat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah usai salat beliau berkata: "Hai A'isyah engkau tidak dapat bagian?". Lalu aku menjawab: "Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama". Lalu beliau bertanya: "Tahukah engkau, malam apa sekarang ini". "Rasulullah yang lebih tahu", jawabku. "Malam ini adalah malam nisfu Sya'ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki" (H.R. Baihaqi)
Dalam hadis Ali, Rasulullah bersabda: "Malam nisfu Sya'ban, maka hidupkanlah dengan salat dan puasalah pada siang harinya, sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah bersabda: "Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rizqi akan Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan, hingga fajar menyingsing. " (H.R. Ibnu Majah)“Nabi Muhammad Shollallhu alaihi wasallam bersabda, “Allah melihat kepada semua makhluknya pada malam Nishfu Sya’ban dan Dia mengampuni mereka semua kecuali orang yang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Thabarani dan Ibnu Hibban).
Sayyidina Ali ra, Rasulullah saw bersabda: “Jika tiba malam Nisyfi Sya’ban, maka bersholatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya karena sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala menurunkan rahmatnya pada malam itu ke langit dunia, yaitu mulai dari terbenamnya matahari. Lalu Dia berfirman, ‘Adakah orang yang meminta ampun, maka akan Aku ampuni? Adakah orang meminta rizki, maka akan Aku beri rizki? Adakah orang yang tertimpa musibah, maka akan Aku selamatkan? Adakah begini atau begitu? Sampai terbitlah fajar.’” (HR. Ibnu Majah)
Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban dan mengampuni lebih banyak dari jumlah bulu pada kambing Bani Kalb (salah satu kabilah yang punya banyak kambing). (HR At-Tabarani dan Ahmad).
Malam Nishfu Sya’ban dan di seluruh bulan adalah saat yang utama dan penuh berkah, maka selayaknya seorang muslim memperbanyak aneka ragam amal kebaikan. Doa adalah pembuka kelapangan dan kunci keberhasilan, maka sungguh tepat bila malam itu umat Islam menyibukkan dirinya dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wata’ala. Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam mengatakan,
“Doa adalah senjatanya seorang mukmin, tiyangnya agama dan cahayanya langit dan bumi.” (HR. Hakim).
“Seorang muslim yang berdoa -selama tidak berupa sesuatu yang berdosa dan memutus famili-, niscaya Allah Subhanahu wata’ala menganugrahkan salah satu dari ketiga hal, pertama, Allah akan mengabulkan doanya di dunia. Kedua, Allah baru akan mengabulkan doanya di akhirat kelak. Ketiga, Allah akan menghindarkannya dari kejelekan lain yang serupa dengan isi doanya.” (HR. Ahmad dan Barraz).

Minggu, Juli 12, 2009

Mutiara Kalam...

Rasakanlah kerendahan saat engkau ruku’ dalam sholat. Karena engkau meletakkan jiwamu pada asalnya, yakni tanah. mengembalikan cabang ke pokoknya, dengan cara bersujud ke tanah yang darinya engkau diciptakan.
(Imam Al Ghazali)

Kisah Teladan : Khalifah Umar Bin Khattab dan Gadis Jujur

Bissmillahirrohmaanirrohiim
 
Khalifah Umar bin Khattab sering melakukan ronda malam sendirian. Sepanjang malam ia memeriksa keadaan rakyatnya langsung dari dekat. Ketika melewati sebuah gubuk, Khalifah Umar merasa curiga melihat lampu yang masih menyala. 
 
Di dalamnya terdengar suara orang berbisik-bisik.

Khalifah Umar menghentikan langkahnya. Ia penasaran ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Dari balik bilik Kalifah umar mengintipnya. Tampaklah seorang ibu dan anak perempuannya sedang sibuk mewadahi susu.

 
"Bu, kita hanya mendapat beberapa kaleng hari ini," kata anak perempuan itu.

 
"Mungkin karena musim kemarau, air susu kambing kita jadi sedikit."

"Benar anakku," kata ibunya.

 
"Tapi jika padang rumput mulai menghijau lagi pasti kambing-kambing kita akan gemuk. Kita bisa memerah susu sangat banyak," harap anaknya.

 
"Hmmm....., sejak ayahmu meninggal penghasilan kita sangat menurun. Bahkan dari hari ke hari rasanya semakin berat saja. Aku khawatir kita akan kelaparan," kata ibunya.

 
Anak perempuan itu terdiam. Tangannya sibuk membereskan kaleng-kaleng yang sudah terisi susu.

 
"Nak," bisik ibunya seraya mendekat. "Kita campur saja susu itu dengan air. Supaya penghasilan kita cepat bertambah."

 
Anak perempuan itu tercengang. Ditatapnya wajah ibu yang keriput. Ah, wajah itu begitu lelah dan letih menghadapi tekanan hidup yang amat berat. Ada rasa sayang yang begitu besar di hatinya. Namun, ia segera menolak keinginan ibunya.

 
"Tidak, bu!" katanya cepat.

 
"Khalifah melarang keras semua penjual susu mencampur susu dengan air." Ia teringat sanksi yang akan dijatuhkan kepada siapa saja yang berbuat curang kepada pembeli.

 
"Ah! Kenapa kau dengarkan Khalifah itu? Setiap hari kita selalu miskin dan tidak akan berubah kalau tidak melakukan sesuatu," gerutu ibunya kesal.

 
"Ibu, hanya karena kita ingin mendapat keuntungan yang besar, lalu kita berlaku curang pada pembeli?"

 
"Tapi, tidak akan ada yang tahu kita mencampur susu dengan air! Tengah malam begini tak ada yang berani keluar. Khalifah Umar pun tidak akan tahu perbuatan kita," kata ibunya tetap memaksa.

 
"Ayolah, Nak, mumpung tengah malam. Tak ada yang melihat kita!"

 
"Bu, meskipun tidak ada seorang pun yang melihat dan mengetahui kita mencampur susu dengan air, tapi Allah tetap melihat. Allah pasti mengetahui segala perbuatan kita serapi apa pun kita menyembunyikannya,"tegas anak itu. Ibunya hanya menarik nafas panjang.

 
Sungguh kecewa hatinya mendengar anaknya tak mau menuruti suruhannya. Namun, jauh di lubuk hatinya ia begitu kagum akan kejujuran anaknya.

 
"Aku tidak mau melakukan ketidak jujuran pada waktu ramai maupun sunyi. Aku yakin Allah tetap selalu mengawasi apa yang kita lakukan setiap saat,"kata anak itu. 

 
Tanpa berkata apa-apa, ibunya pergi ke kamar. Sedangkan anak perempuannya menyelesaikan pekerjaannya hingga beres.

Di luar bilik, Khalifah Umar tersenyum kagum akan kejujuran anak perempuan itu.
 
" Sudah sepantasnya ia mendapatkan hadiah!" gumam khalifah Umar. Khalifah Umar beranjak meniggalkan gubuk itu.Kemudian ia cepat-cepat pulang ke rumahnya.

 
Keesokan paginya, khalifah Umar memanggil putranya, Ashim bin Umar. Di ceritakannya tentang gadis jujur penjual susu itu.

 
" Anakku, menikahlah dengan gadis itu. Ayah menyukai kejujurannya," kata khalifah Umar. " Di zaman sekarang, jarang sekali kita jumpai gadis jujur seperti dia. Ia bukan takut pada manusia. Tapi takut pada Allah yang Maha Melihat."

 
Ashim bin Umar menyetujuinya.

 
Beberapa hari kemudian Ashim melamar gadis itu. Betapa terkejut ibu dan anak perempuan itu dengan kedatangan putra khalifah. Mereka mengkhawatirkan akan di tangkap karena suatu kesalahan.

 
" Tuan, saya dan anak saya tidak pernah melakukan kecurangan dalam menjual susu. Tuan jangan tangkap kami....," sahut ibu tua ketakutan.

Putra khalifah hanya tersenyum. Lalu mengutarakan maksud kedatangannya hendak menyunting anak gadisnya.

 
"Bagaimana mungkin?
 
Tuan adalah seorang putra khalifah , tidak selayaknya menikahi gadis miskin seperti anakku?" tanya seorang ibu dengan perasaan ragu.

 
" Khalifah adalah orang yang tidak ,membedakan manusia. Sebab, hanya ketawakalanlah yang meninggikan derajad seseorang disisi Allah," kata Ashim sambil tersenyum.

 
" Ya. Aku lihat anakmu sangat jujur," kata Khalifah Umar.
Anak gadis itu saling berpandangan dengan ibunya.
Bagaimana khalifah tahu? Bukankah selama ini ia belum pernah mengenal mereka.

 
" Setiap malam aku suka berkeliling memeriksa rakyatku. Malam itu aku mendengar pembicaraan kalian...," jelas khalifah Umar.

 
Ibu itu bahagia sekali. Khalifah Umar ternyata sangat bijaksana. Menilai seseorang bukan dari kekayaan tapi dari kejujurannya.

Sesudah Ashim menikah dengan gadis itu, kehidupan mereka sangat bahagia. Keduanya membahagiakan orangtuanya dengan penuh kasih sayang. Bebrapa tahun kemudian mereka dikaruniai anak dan cucu yang kelak akan menjadi orang besar dan memimpin bangsa Arab.


sumber:copas dari milis MR

Lima Wasiat Abu Bakar

Lima Wasiat Abu Bakar
Sahabat Rasul SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq, berkata, ”Kegelapan itu ada lima dan pelitanya pun ada lima. Jika tidak waspada, lima kegelapan itu akan menyesatkan dan memerosokkan kita ke dalam panasnya api neraka. Tetapi, barangsiapa teguh memegang lima pelita itu maka ia akan selamat di dunia dan akhirat.” 

Kegelapan pertama adalah cinta dunia (hubb al-dunya). Rasulullah bersabda, ”Cinta dunia adalah biang segala kesalahan.” (HR Baihaqi). Manusia yang berorientasi duniawi, ia akan melegalkan segala cara untuk meraih keinginannya. Untuk memeranginya, Abu Bakar memberikan pelita berupa taqwa. Dengan taqwa, manusia lebih terarah secara positif menuju jalan Allah, yakni jalan kebenaran. 

Kedua, berbuat dosa. Kegelapan ini akan tercerahkan oleh taubat nashuha (tobat yang sungguh-sungguh). Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya bila seorang hamba melakukan dosa satu kali, di dalam hatinya timbul satu titik noda. Apabila ia berhenti dari berbuat dosa dan memohon ampun serta bertobat, maka bersihlah hatinya. Jika ia kembali berbuat dosa, bertambah hitamlah titik nodanya itu sampai memenuhi hatinya.” (HR Ahmad). Inilah al-roon (penutup hati) sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Muthaffifin (83) ayat 14. 

Ketiga, kegelapan kubur akan benderang dengan adanya siraj (lampu penerang) berupa bacaan laa ilaaha illallah, Muhammad Rasulullah. Sabda Nabi SAW, ”Barangsiapa membaca dengan ikhlas kalimat laa ilaaha illallah, ia akan masuk surga.” Para sahabat bertanya, ”Wahai Rasulallah, apa wujud keikhlasannya?” Beliau menjawab, ”Kalimat tersebut dapat mencegah dari segala sesuatu yang diharamkan Allah kepada kalian.” 

Keempat, alam akhirat sangatlah gelap. Untuk meneranginya, manusia harus memperbanyak amal shaleh. QS Al-Bayyinah (98) ayat 7-8 menyebutkan, orang yang beramal shaleh adalah sebaik-baik makhluk, dan balasan bagi mereka adalah surga ‘Adn. Mereka kekal di dalamnya. 

Kegelapan kelima adalah shirath (jembatan penyeberangan di atas neraka) dan yaqin adalah penerangnya. Yaitu, meyakini dan membenarkan dengan sepenuh hati segala hal yang gaib, termasuk kehidupan setelah mati. Dengan keyakinan itu, kita akan lebih aktif mempersiapkan bekal sebanyak mungkin menuju alam abadi (akhirat). 

Demikian lima wasiat Abu Bakar. Semoga kita termasuk pemegang kuat lima pelita itu, sehingga dapat menyibak kegelapan dan mengantarkan kita ke kebahagiaan abadi di surga. Amin. 









Wallahu 'alam

Rabu, Januari 21, 2009

TUJUH KELOMPOK YANG DINAUNGI ALLAH SWT

Tujuh Kelompok Yang Dinaungi AllahSenin,19 Januari 2009
قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ، يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ، الْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ، اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ، فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى، حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ. (صحيح البخاري
Sabda Rasulullah saw : “Tujuh kelompok yang dinaungi Allah pada Naungan Nya dihari tiada tempat berteduh kecuali yang dinaungi Nya, Imam yang adil, dan Pemuda yang tumbuh dg banyak ibadah pada Allah, dan orang yang hatinya terikat ke masjid masjid, dan dua teman yang saling akrab karena Allah, berteman dan berpisah karena Allah, dan pria yang diajak berzina oleh wanita kaya dan berkedudukan dan berparas indah namun ia menolak dg ucapan : aku takut pada Allah, dan orang yang bersedekah dengan sembunyi, hingga tangan kirinya tak tahu bahwa tangan kanannya bersedekah, dan orang yang ketika mengingat / menyebut Allah mengalir airmatanya” (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Limpahan Puji Kehadirat Allah Maha Raja Yang Kekal dan Abadi, yang telah membangun istana – istana yang megah dan mewah yang kekal dan abadi untuk hamba – hamba beriman. Telah dibangun dengan semewah – mewah dan semegah – megahnya. Menjadi semakin indah dan semakin mewah dengan amal – amal ibadah hamba – hambaNya dan Allah menyiapkan anugerah yang melebihi segenap anugerah. KeridhoanNya yang abadi untuk hamba – hambaNya yang beriman. Demikian sepanjang waktu dan zaman, sepanjang turunnya Adam alaihi shaalatu wassalam hingga Nabi terakhir Rahmatan Lil Alamin (Sayyidina Muhammad Saw).
Kebangkitan Sang Nabi Saw 14 abad tahun yang silam membawa terbitnya matahari Alquran dan Risalah. Menuntun kepada kemuliaan, menyampaikan tarbiyah nabawiyyah seagung – agung pembinaan, membuat jiwa yang kotor dengan seluruh sifat yang hina menjadi jiwa yang suci dengan sifat yang luhur. Jiwa – jiwa yang paling menyukai kehinaan, kejahatan, kekejian, kekotoran dan segala sifat tercela. Dituntun oleh cahaya terang – benderang yang diciptakan oleh Allah yang dikenali dengan sirajan muniira (pelita yg terang benderang sebagaimana firman Allah swt) Sayyidina Muhammad Saw. Terang – benderang jiwa mereka dengan seluruh sifat yang luhur hingga tidak tersisa sifat yang mulia dan suci di alam terkecuali ada pada Para Sahabat radiyallahu anhum wa ardhahum.
Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,Oleh sebab itu dikatakan didalam syair mulia : Kita ini memiliki bulan purnama yang tiada pernah terbenam, matahari yang selalu bersinar dan tiada pernah terbenam yaitu tuntunan Nabi Muhammad Saw yang selalu mengajak dan menerangi hamba – hambaNya dari kegelapan menuju terang – benderang. Dicipta oleh Allah. Syamsur Risalah, Sirajan Muniira (Matahari bimbingan ilahi, Pelita yg terang benderang) Sayyidina Muhammad Saw.
Hadirin – hadirat, semakin jiwa itu mendekat kepada tuntunan Sang Nabi Saw akan semakin Allah bimbing ia kepada keluhuran walaupun belum saat ini barangkali tapi akan segera muncul padanya keluhuran dan hal itu pasti.
Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,Istana termegah dan termewah di surga adalah Istana Muhammad Saw. Semoga aku dan kalian diijinkan Allah kelak sering berkunjung ke Istana Nabi Muhammad Saw. Berjumpa dengan Ahlul Badr, berjumpa dengan Muhajirin dan Anshar dan semua orang – orang yang shalih dari zaman ke zaman, dari generasi ke generasi. Amiin
Rabbiy Rabbiy.. sungguh kami telah melihat banyaknya orang – orang yang dimuliakan oleh orang Islam padahal mereka tidak pernah menyebut Nama Allah. Orang yang shalat, orang yang puasa, orang yang zakat tapi hatinya mencintai dan mengagungkan orang yang tidak pernah sujud pada Allah Swt. Rabbiy benahi jiwa muslimin – muslimat dan muliakan orang – orang yang dicintai Allah dan khususnya Nabiyyuna Muhammad Saw.
Hadits yang telah kita baca tadi, 7 kelompok yang dinaungi oleh Allah dihari tiada naungan kecuali naungan Allah. Tentunya banyak amal – amal mulia selain ini. Bukan hanya 7 ini tapi disini ada 1 khususiyyah dan tentunya ada ayat kemuliaan tentang hadits kemuliaan birrul walidain, ada juga hadits tentang kemuliaan jihad dan juga hadits tentang kemuliaan lain – lainnya. Akan tetapi Rasul saw menyimpulkan ada 7 kelompok disini. Masih banyak lainnya tapi Rasul saw dalam kesempatan ini menyebutkan 7 kelompok. Siapa mereka?
Didalam riwayat Shahih Bukhari beberapa kali hadits ini teriwayatkan (lebih dari 4X teriwayatkan) hadits yang sama namun dengan urutan yang berbeda. Jadi kita tidak mengklasifikasikan mana yang pertama, yang paling afdhol atau yang terakhir. Karena hadits ini berkali – kali teriwayatkan, urutannya ada yang berbeda.
Yang Pertama adalah Imam yang adil (pemimpin yang adil). Pemimpin yang adil adalah tugas dan beban yang sangat berat. Oleh sebab itu dijanjikan oleh Sang Nabi saw ia berada didalam naungan Allah di hari tiada naungan kecuali naungan Allah. Apa maksudnya? Disaat matahari 1 jengkal diatas kepala mereka di padang mahsyar, hanya orang – orang yang dinaungi oleh Allah, ia tidak terkena terang – benderang teriknya matahari. Mereka dalam kesejukkan. Siapa? Diantaranya 7 kelompok itu. Pemimpin – pemimpin yang adil. Kita lihat bagaimana Sang Nabi Saw, tentunya panutan yang utama dari semua panutan adalah Sayyidina Muhammad Saw.
Beliau saw menghakimi dan mengadili, namun pada tempatnya dan jelas. Sebagaimana ketika telah selesai kejadian perang uhud. Disaat kejadian salah satu peperangan. Riwayat Shahih Bukhari, Rasul saw membawa ghanimah (hasil rampasan perang) bukan di perang uhud. Dan disaat itu ghanimah ini dibagi – bagikan kepada muhajirin dan muallaf. Muhajirin adalah orang yang berangkat dari Makkah meninggalkan rumahnya dan meninggalkan perdagangannya dan hartanya untuk berhijrah ke Madinah Al Munawwarah. Maka diberikanlah harta – harta ghanimah itu kepada para muhajirin dan muallaf (orang yang baru masuk Islam). Anshar tidak diberi. Maka ada diantara kaum anshar yang nyeletuk “kalau bagian jihad kami dipanggil, kalau pembagian ghanimah kami tidak diberi”. Rasul saw mendengar, sampai ke telinga Rasul saw hal itu. Maka dipanggil oleh Sang Nabi saw kaum anshar semuanya. “Wahai kaum anshar, kuberikan harta keduniawian kepada muhajirin dan muallaf dan kuberikan diriku untuk kalian”, “mereka pulang membawa harta dan kalian pulang membawa aku”, kata Rasul. “Apakah kalian puas?” maka berteriak kaum anshar dengan gembira “cukup ridho ya Rasulullah kami senang, pulang kami membawamu ke kampung kami”.
Dan memang Rasul saw itu pulangnya ke Madinah Al Munawwarah, tidak ke Makkah atau kemana. Demikian cara beliau saw menangani. Tentunya Sang Nabi saw bisa bicara dengan lugas dan tegas “wahai kaum anshar, kalian bukan orang yang butuh, yang butuh muhajirin dan muallaf. Kalian punya tanah, kalian punya harta, kalian punya toko, kalian menguasai pasar, sedangkan mereka tidak”. Pantasnya Rasul berkata seperti itu tapi Rasul saw tidak mau menyakiti mereka. Namun tetap tidak memberikan kepada anshar tetapi menghibur kaum anshar dengan ucapan “aku memberikan diriku untuk kalian”. Demikian imam yang adil pada tempatnya namun selalu berusaha didalam tawassuth (dipertengahan tidak condong pada salah satu) dan juga adil disini adalah selalu berusaha untuk menenangkan jiwa mereka menerima keadilan itu.
Hadirin – hadirat, demikian dengan khalifah – khalifah selanjutnya. Sayyidina Abu Bakar Ashshiddiq radiyallahu anhum, Sayyidina Umar, Sayyidina Ali, Sayyidina Utsman. Mereka adalah pemimpin – pemimpin yang adil. Dan mereka sebagaimana diriwayatkan ketika Sayyidina Umar bin Khattab radiyallahu anhu didatangi seorang yang mengadukan. Pengaduannya “wahai amirul mukminin, tetanggaku mencuri dariku. Aku minta dia dihukum”. Dipanggil tetangganya “apa hukumannya?”, “hukumannya potong tangan, potong tangannya wahai amirul mukminin karena dia mencuri dari hartaku”. Maka Sayyidina Umar bin Khattab bertanya kepada sang pencuri “kenapa kau mencuri?”, “lapar ya amirul mukminin”. Merah padam wajah Sayyidina Umar bin Khattab seraya berkata “wahai engkau yang dicuri, engkau yang akan kuhukum”. Diberi hukuman ‘itaab, apa itu itaab? yaitu hukuman, bisa penjara bisa denda. “Kenapa yg dicuri yg dihukum..?”, “karena tetanggamu lapar, kau tidak tahu..!!”. Demikian imam yang adil.
Hadirin – hadirat, disaat sekarang ini banyak sekali musuh – musuh Islam yang berusaha menghancurkan keimanan muslimin dengan menyebut hukum – hukum Islam yang mereka rasakan tidak adil atau kejam. Diantaranya hukum rajam bagi pezina, diantaranya hukum potong tangan bagi yang mencuri. Tentunya hal ini tidak bisa diputus satu – persatu. Syari’ah Islamiyyah tidak bisa diputus satu – persatu tapi justru bagaikan rantai yang saling mengikat.
Hukum potong tangan tidak bisa diberlakukan terkecuali sudah ada Baitul Maal yang menjamin tidak ada orang yang lapar. Buktinya Sayyidina Umar bin Khattab menghukum orang yang dicuri bukan orang yang mencuri. Ini menunjukkan kalau sudah suatu wilayah mempunyai baitul maal, tidak ada yang kelaparan, semua yang lapar sudah disantuni, semua yang fakir disantuni dan masih ada yang mencuri maka diberilah hukum potong tangan. Betapa kejamnya, kenapa? agar supaya ia malu dan malunya itu membuat orang lain tidak berani mencuri. Demikian di dalam Islam, kelihatannya hukumnya terlalu kejam tetapi kalau seandainya saja hukuman itu ringan, akan banyak orang yang berbuat tapi sebelumnya benahi dulu penyebab – penyebab yang membuat hal itu agar tidak terjadi terkecuali oleh orang – orang yang betul – betul memiliki sifat yang tercela. Ini contohnya yang pertama.
Dan yang kedua mengenai zina. Muncul pertanyaan pada saya di website, di surat dan lain sebagainya. Ada yang berbicara di televisi katanya “hukum orang yang berzina itu tidak akan bisa dihapus dosanya terkecuali dengan dirajam atau dicambuk bagi yang belum menikah”. Betul itu, tapi di wilayah yang sudah berjalan dengan khilafah islamiyyah. Tidak ada ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita), tidak ada lagi gambar porno di jalanan, tidak ada lagi film yang mengajarkan tarbiyah untuk berbuat zina di televisi, tidak ada lagi wanita membuka auratnya. Kalau sudah aman seperti itu, hukum rajam berjalan bagi mereka yang bersumpah 4X dengan Nama Allah bahwa ia betul – betul berzina, lalu dihukum rajam. Kalau ada yang mengaku si fulan berzina, tidak bisa dilakukan hukum rajam terkecuali 4 saksi. 4 saksi yang menyaksikan malihatnya berbuat zina. Bukannya laki dan perempuan masuk kamar berdua, keluar pakaiannya terlihat agak acak – acakkan, tidak cukup itu. Tapi harus melihat perbuatan jima’ dan zina dengan matanya sendiri (4 orang). Ini kan mustahil..!, terkecuali kalau yang memperbuatnya di jalanan atau di tempat umum atau ia sendiri yang memintanya. Dan Rasul saw sendiri ketika diminta seseorang yang telah berzina meminta dihukum rajam, beliau tidak langsung mengatakan “oh..kau berzina, langsung dihukum”. Tidak, beliau berkata “apakah kau ini gila?”, “tidak ya Rasulullah”, “apakah kau ini tidur?”, “tidak ya Rasulullah”. 4X ia bersumpah lalu dijalankan hukum itu. Jadi kalau melihat hukum jangan dipotong – potong. Benar hukum zina itu dirajam tapi kalau sudah terjadi khilafah islamiyyah. Pria dan wanita sudah tidak ada percampuran, tidak ada lagi gambar porno, film porno dan lain sebagainya sudah aman, masih berzina juga apalagi di depan umum, pantas dirajam. Kenapa? supaya yang lain tidak ikut – ikutan berbuat hal itu karena yang pantas berbuat itu adalah orang – orang yang benar – benar mempunyai sifat yang keji dan perbuatan itu membuat ia terhapus dari dosanya.
Hadirin, lalu kalau pezina zaman sekarang, apa hukumannya? hukumannya adalah taubat kepada Allah Swt. Apakah bisa diampuni? tergantung taubatnya. Apakah 40 tahun amalnya tidak diterima? ya, kalau 40 tahun ia menunda taubatnya. Allah Swt melimpahkan pengampunan secepat orang itu bertaubat. Semakin cepat orang itu bertaubat, secepat itu pengampunan Allah Swt.
Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,(Firman Allah) “Terkecuali mereka – mereka yang beriman dan beramal shalih, bertaubat dari dosa – dosanya. Allah ganti dosa – dosanya dengan pahala (QS Alfurqan 70) bukan dihapus, tapi diganti dengan pahala. Demikian dahsyatnya sambutan Kasih Sayang Illahi bagi mereka yang mau bertaubat.
Kita baru dengar malam ahad yang lalu, Guru Mulia kita menyampaikan kemuliaan orang orang yg bertobat, semoga kita menjadi orang – orang yang bertaubat, lalu seandainya diantara kita masih ada yang berat melakukan taubat, semoga dicabut berat dari hati kami untuk melakukan taubat. Sebagian diantara kita merasa dalam hati kalau aku taubat nanti, besok berbuat lagi maka belum berani taubat. Taubat sekarang, besok serahkan pada Allah. Kalau besok terjebak dosa lagi, taubat lagi besok. Jangan bosan – bosan bertaubat kalau seandainya tidak bosan berbuat dosa.
Kita zaman sekarang bosan bertaubat tapi tidak bosan berdosa. Meskinya sebaliknya kalau tidak maka biarkan berbarengan, dosa taubat dosa taubat dosa taubat, jangan tinggalkan 1 dosa terkecuali diikuti 1 taubat. Lalu bagaimana nanti kalau dosa lagi, munafikkah ?. (jawabannya) Bukan urusanku masa yang akan datang, nanti masa yang akan datang kita serahkan pada Allah. Aku mau taubat dari sekarang dari semua yang dilarang Allah. Bagaimana nanti kalau berbuat lagi? aku akan bertaubat lagi. Sebagaimana aku selalu terjebak dalam dosa, akupun tidak akan bosan untuk bertaubat kepada Allah. Orang seperti ini akan dibimbing oleh Allah dan ia tidak akan wafat terkecuali dalam keadaan orang yang bertaubat.
Hadirin, yang kedua adalah pemuda yang tumbuh didalam ibadah kepada Allah. Yang masih muda ibadahnya, mulai dari usia muda usdah banyak ibadah. Siapa mereka? diantaranya kita. Oleh sebab itu Guru Mulia kita Alhamdulillah 2X hadir di majelis kita. Malam selasa di MONAS beliau hadir, malam minggu tidak ada jadwalnya diajukan beliau mau hadir lagi. Kenapa? Karena Pemuda. Karena Rasul saw bersabda “saat pertama kali risalahku bangkit, pemuda yang membantuku menegakkan risalah dan orang – orang yang tua meninggalkanku dan mendustakanku”. Agama ini bangkit dengan kebangkitan pemuda, kemerdekaan negara ini didapatkan dengan pemuda. Demikian hadirin – hadirat, dan juga kemajuan Islam ini akan muncul dengan kebangkitan pemuda yang ingin membenahi wilayahnya sendiri.
“Innallaha laa yughayyiru maa biqaumim hattaa yughayyiru maa bi anfusihim” QS. Ar-Ra’d : 11 (Allah tidak akan merubah suatu kaum sebelum mereka sendiri yang mau merubahnya). Itu sebagian orang mengatakan “ya sudah kalau ia sudah tidak mau merubah dirinya, Allah tidak akan merubah suatu kaum”. (Tidak demikian), Justru ini janji Allah. Kalau suatu kaum ada diantara mereka yang ingin merubah dirinya, merubah kaumnya menjadi baik, maka Allah yang akan merubah kaum itu menjadi baik. Karena Allah berkata “Aku tidak akan merubah suatu kaum sampai mereka sendiri yang merubah dirinya”. Berarti jika ada yang ingin diantara mereka merubah keadaan kaumnya, Allah yang akan merubahnya.
Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari ketika salah seorang pemuda keluar terburu – buru setelah wudhu masuk kedalam shaf shalat. Salah seorang sahabat berkata “law ra aahu Rasulallah La ahabbahu”, pemuda seperti ini kalau Rasulullah melihatnya akan mencintainya. Karena Rasul saw saat itu telah wafat. Menunjukkan apa? pemuda ini, hanya wudhu lantas buru – buru masuk kedalam shaf shalat. Para sahabat pada saat jamaah pertama sudah melakukan shalat, jamaah kedua datang, pemuda ini setelah wudhu terburu – buru masuk ke shaf untuk ikut shalat berjamaah. Berkatalah salah seorang sahabat yaitu Abdullah Ibn Umar “kalau Rasulullah melihat ini, pasti Rasulullah mencintainya”. Rasul itu menyukai pemuda, Rasulullah itu mencintai pemuda.
Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,Semoga Allah Swt membenahi kita semua, khususnya yang dari Jakarta ini dan di seluruh wilayah Barat dan Timur dengan kebangkitan pemuda yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, memuliakan Nabi Muhammad Saw.
Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,Yang ketiga adalah orang yang hatinya selalu terikat pada masjid. Hatinya cinta masjid walaupun tidak sellau berada di masjid. Masjid tempat yang ia jadikan sebagai tempat yang nikmat. Tempat yang dijadikan tempat ketenangan adalah masjid. Hadirin, sifat seperti ini sirna diantara muslimin khususnya pemuda. Kalau sedang datang gundah, para pemuda kita khususnya tentunya mencari tempat hiburan (café, diskotik barangkali) tapi kita tentunya coba dan coba cari ketenangan itu di masjid. Gundah saya ini mau cari ketenangan, coba masuk ke masjid. Kau akan dapatkan ketenangan yang jauh lebih daripada di pasar – pasar, di tempat – tempat café, atau direstoran atau tempat lainnya. Enak ini makan dipinggir jalan sambil menenangkan diri kita, Wallahi kesejukkan yang ada di masjid akan kau dapatkan lebih dari itu. Untuk apa? untuk mendapatkan ilmu.
Tadi yang pertama Imam yang adil dinaungi nanti oleh Allah di yaumal qiyamah, yang kedua pemuda yang tumbuh didalam taat pada Allah Swt (semoga kita dalam kelompok ini, amin). Yang ketiga orang yang hatinya terikat dengan masjid, senang dengan masjid, asyik dengan masjid.
Sekarang dimasa ini, orang lewat masjid itu tidak ada bergetar hatinya. Di zaman dulu, Sayyidina Umar bin Khattab radiyallahu anhum ada 2 orang mengangkat suara agak keras di masjid nabawiy, dipanggil oleh Sayyidina Umar. Riwayat Shahih Bukhari. “sini kalian”, “min ayna antumaa?”orang mana kalian ini?, “orang tha’if”, maka berkata Sayyidina Umar ra : “law kuntuma min ahli hadzal balad La awja’tukuma, tarfa’aan ashwaatakumaa fi masjidil Rasulillah saw” untung kalian orang ba’da tha’if (dari luar Madinah) kalau kalian orang sini, kata Sayyidina Umar “akan aku hukum kalian karena berani mengeraskan suara di masjidnya Rasulullah saw”. Demikian adabnya Sayyidina Umar bin Khattab ke masjidnya Rasul saw. Mengangkat suara tidak boleh padahal ayatnya untuk Sang Nabi saw bukan untuk masjid nabawiy.
Ayat turun “..laa tarfa’u ashwatakum fauqashawtinnabiy wala tajharuu lahuu bilqauli kajahriba’dhikum liba’dhin antahbatha a’malukum wa antum laa tasy’urun” QS. Al Hujurat : 2. Didalam surat Al Hujurat, ayat itu dilarang mengeraskan suara dihadapan Rasulullah bukan di masjid tetapi setelah Rasul saw wafat pun Sayyidina Umar menjaga itu di masjid nabawiy.
Hadirin, masjid adalah tempat Baitullah (rumah keridhoan Allah, istana keridhoan Allah) yang di pintu – pintunya berdiri para malaikat yang mencatat mereka yang masuk kedalamnya. Catat yang masuk kesini, kalau kita masuk ke istana kan ada penjaganya. Kalau dimasjid ada juga malaikat yang menyaksikan mereka yang hadir di masjid dan mereka berkata “Allahumma firlahum allahumma warhamhum” Wahai Allah ampuni dia, Wahai Allah sayangi dia, sepanjang kalian duduk di masjid. Hadirin, cari ketenangan di masjid, ikat hati kita dengan masjid, makmurkan masjid niscaya kau akan dinaungi Allah Swt disaat tiada naungan kecuali naungan Allah Swt.
Yang keempat adalah “rajulan tahaabbaa fillah”, 2 orang teman atau orang yang berteman karena Allah. Bukan karena bisnis, bukan karena teman sekolah, bukan karena tetangga tapi karena Allah. Maksudnya seperti bagaimana? Seperti kita disini. Yang satu dari Bekasi, yang satu dari Depok, yang satu dari Jakarta Timur, Jakarta Selatan bertemu disini, kenalan disini. Ini bukan untuk dagang, bukan untuk apa – apa tapi karena Allah, karena majelis taklim, majelis dzikir seperti ini. Saling sms kalau tidak saling ketemuan dimana, majelis malam ahad yang akan datang, malam senin dimana, malam kamis. Hal seperti ini dihargai oleh Allah Swt dan mereka tidak berpisah itu juga terkecuali oleh karena Allah. Maksudnya apa? ketika temannya keluar pindah agama maka ia berubah pula kepada temannya tidak seperti dahulu. Kenapa? temannya tidak lagi taat kepada Allah Swt.
Beda antara cinta dan perduli, kalau perduli semua kafir yang paling jahat pun Rasulullah perduli dan mendoakan untuk mereka tapi bukan cinta. Karena Allah Swt berfirman “laqad jaa akum rasulun min anfusikum a’ziizun a’laihi maa a’nittum hariishun a’laikum bil mu’miniina raufurrahiim” QS. At Taubah : 128. Sayangnya untuk orang – orang muslimin, untuk yang diluar islam beliau peduli. Agar apa?, agar mereka masuk kedalam Islam. Sebagaimana riwayat Shahih Bukhari ketika seorang anak yahudi ada yang mau berkhidmah kepada Nabi saw tapi belum mau masuk Islam, diterima oleh Rasul saw. Masuk ke rumahnya Rasul, khidmah kepada Rasul, bawakan sandalnya, bawakan airnya sampai suatu hari ia sakit dan sakit yang membawa kematian. Rasul menjenguk yahudi (non muslim), ayahnya yahudi juga. Ketika sakit Rasul melihat ini anak sudah dekat dengan sakaratul maut maka Rasul berkata “qul laailahailallah” katakan laailahailallah wahai anak. Pemuda itu tidak berani menyebut “laailahailallah” terkecuali melirik ayahnya dulu. Ayahnya ijinkan tidak, ayahnya yahudi juga. Maka ayahnya berkata “athi’ abal qasim” taati abal qasim. Ayahnya tidak mau mengakui Rasulullah saw tapi ayahnya tahu ia orang baik, yaitu Nabi Muhammad saw, maka ayahnya berkata “taati abal qasim” maka anak itu mengucapkan “laailahailallah” wafat. Keluar Rasul dari rumahnya, sahabat melihat wajahnya rasul cerah gembira. “Ya Rasulullah apa yang membuat engkau sedemikian gembira hingga cerahnya wajahmu”, Rasul berkata “Alhamdulillahiladzi qad hadaah” Alhamdulillah yang telah memberi ia hidayah. Demikian hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah.
Beda dengan kafir harbi. Ada orang – orang non muslim yang memerangi muslimin, disebut kafir harby,. Demikian kelompok – kelompok kafir, kelompok kafir itu ada 2 ada zimmi dan ada harbi. Zimmi adalag kafir yang baik dan Harbi adalah kafir yang memerangi. Beda hukumnya, sebagaimana ada dalam riwayat yang tsigah ketika salah seorang yahudi hidup bertetangga dengan Rasul di Madinah. Orang yahudi hidup di Madinah juga bersama 1 kota dengan Rasul. Tapi sewaktu – waktu ketika seorang wanita muslimah (tentunya memakai hijab, memakai jilbab) seorang yahudi usil. Diikatlah jilbabnya itu dengan salah satu kaki meja dan saat ia berjalan terbuka hijabnya, ia berteriak (wanita muslimah ini). Muslimin berdiri bangkit, orang yahudi juga berdiri membela. Terjadi perpecahan disitu, Rasul saw segera membelah perpecahan dan menahan daripada perpecahan dan mengusir semua yahudi dari Madinah Al Munawwarah. Kalau damai diijinkan hidup bersama, kalau tidak damai maka lain halnya. Hadirin – hadirat demikian di Palestina, demikian di Poso, demikian di Kasymir dan lain – lain.
Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,Inilah 2 orang yang saling menyayangi karena Allah Swt, saling mengenal karena Allah Swt. Allah Swt memuliakan kita dengan kemuliaan terindah dengan perkumpulan mulia ini. Masih ada 3 penjelasan lagi tentang kelompoknya, Insya Allah saya teruskan di malam selasa yang akan datang.
Dan kita bermunajat kepada Allah Swt dan semakin bangkitlah untuk memperdulikan keadaan muslimin – muslimat.
Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,Kita sudah lihat tanda – tanda kebangkitan muslimin sudah mulai dimunculkan oleh Allah Swt. Sebagaimana Allah sudah menghancurkan Negara Adikuasa Uni Sovyet dipecah belahkan oleh Allah Swt. Dan sekarang (Allah) telah menjadikan Negara Amerika Serikat ini jatuh miskin dan demikian Allah Swt dalam waktu dekat ini semakin kesini semakin berlanjut. Allah mulai mendesak daripada kekuatan – kekuatan kuffar dan semoga Allah segera membalikkan kemakmuran kepada muslimin – muslimat dipermukaan bumi..
Ya Rahman Ya Rahim Ya Dzaljalali wal ikram, kami telah dengar sabdamu Nabi Muhammad Saw yang menjelaskan bahwa kelak setelah aku wafat akan kalian lihat perpecahan, akan kalian lihat gempa bumi, akan kalian lihat musibah –musibah, akan kalian lihat banyak yang mengaku sebagai Nabi dan akan kalian lihat banyak terjadi pembunuhan dan setelah itu akan muncul kemakmuran yang menyeluruh di seluruh penduduk bumi bagi muslimin – muslimat dan disaat itu sabahat berkata “bagaimana keadaan mereka saat itu muslimin muslimat ya Rasulullah..?”, Rasul berkata “bagi mereka sujud sekali lebih baik dari dunia dan segala isinya”. Menunjukkan muslimin muslimat yang mencintai sujud, yang mencintai ibadah, yang mencintai kemuliaan – kemuliaan yang dibawa oleh Allah. Mereka itulah yang akan dlimpahi kemakmuran dan jika muslimin sudah bangkit untuk meninggalkan dosa – dosa menuju taubat, menuju keluhuran, menuju kemuliaan, itu tanda kemakmuran akan segera dibangkitkan oleh Allah untuk muslimin muslimat.
Kita lihat sekarang Negara super power ini dihancur leburkan dengan kemiskinan oleh Allah Swt dan akan semakin dahsyat kehancuran daripada Amerika, kehancuran Inggris, kehancuran Perancis, kehancuran Negara – Negara musuh Islam. Akan kita lihat Insya Allah dalam waktu dekat dan Allah akan makmurkan Negara muslimin muslimat. Rabbiy bangkitkan pemuda - pemudi muslimin muslimat untuk mencintai Nabimu Muhammad Saw, Rabbiy makmurkan majelis dzikir, majelis – majelis shalawat dan Rabbiy Ya Rahman Ya Rahim telah makmur panggung – panggung orang – orang yang bermaksiat, puluhan ribu yang hadir membayar dengan uang puluhan bahkan ratusan ribu demi memandang wajah orang yang tidak sujud padamu maka Rabbiy gantikan keadaan muslimin muslimat, makmurkan majelis yang mengagungkan Namamu, yang menggemuruhkan Namamu, yang memuliakan Namamu, yang mencintai Nabimu Muhammad Saw.
Ya Rahman Ya Rahim gantikan pemuda – pemuda muslimin muslimat dengan pemuda yang mencintai Allah dan Rasul, yang bangga memegang bendera Rasulullah, yang bangga dengan pakaian sunnah Rasulullah, yang bangga dengan sunnah Rasulullah. Ya Rahman Ya Rahim makmurkan bumi J

Jumat, Januari 09, 2009

Orang-orang yang didoakan Malaikat

Orang-Orang Yang Didoakan Para Malaikat
December 11, 2008 at 8:51 am (---isLam---, ArTiKeL) Tags: , , ,
Bismillahirrakhmaanirrakhiim…
Diambil dari milist Majelis Rasulullah.
Insya Allah berikut inilah orang - orang yang didoakan kebaikan oleh para malaikat :
1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga Malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci”. (Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)
2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’” (Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Muslim no. 469)
3. Orang - orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah.Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf - shaf terdepan” (Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)
4. Orang - orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang - orang yang menyambung shaf - shaf” (Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)
5. Para malaikat mengucapkan ‘Amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang Imam membaca ‘ghairilmaghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu”. (Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 782)
6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat akan selalu bershalawat (berdoa ) kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalamtempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)
7. Orang - orang yang melakukan shalat shubuh dan ‘ashar secara berjama’ah.Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat berkumpul pada saat shalatshubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari(yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), danmalaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’” (Imam Ahmadmeriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Al Musnad no. 9140, hadits inidishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)
8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.Rasulullah SAW bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ ra., Shahih Muslim no. 2733)
9. Orang - orang yang berinfak.Rasulullah SAW bersabda, “Tidak satu hari pun dimana pagi harinyaseorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit’” (Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)
10. Orang yang sedang makan sahur.Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa ) kepada orang - orang yang sedang makan sahur” Insya Allah termasuk disaat sahur untuk puasa “sunnah” (Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkanoleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)
11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh” (Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib ra., Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, “Sanadnya shahih”)
12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.Rasulullah SAW bersabda, “Keutamaan seorang alim atas seorang ahliibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain” (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)
Salam…

Selasa, Desember 30, 2008

Keutamaan dan Amalan di Bulan Muharram

Keutamaan dan Amalan di Bulan Muharram
19 Januari 2007 by admin
SUDAH menjadi keharusan bagi setiap kaum muslimin dimanapun berada untuk memperingati 1 Muharram yang pada tahun ini (1428 Hijriyah) jatuh pada tanggal 20 Januari sebagai tahun baru Islam. Sebab, dewasa ini kesadaran kaum muslim untuk memperingati tahun baru Hijriyah masih belum optimal, bahkan seringkali dilupakan orang, sehingga bertepatan dengan tahun baru hijriyah sering terlewati begitu saja.
Patut disyukuri bahwa Allah SWT menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya melalui pergantian waktu yang begitu konsisten dan berkesinambungan. Diantara hikmah yang dapat dipetik dari keagungan ciptaan Allah itu adalah diciptakannya siang dan malam, hari ke hari, bulan ke bulan, hingga tahun ke tahun yang kesemuanya akan memberi makna bagi perjalanan hidup manusia.
Sebagaimana Firman Allah Ta`ala: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu. Dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah kami tegakkan dengan jelas.” (Al-Isra: 12)
Sungguh besar karunia Allah yang telah diberikan kepada hamba-Nya, selain menjadikan matahari sebagai titik tolak dalam mengetahui pergantian musim dalam setiap tahunnya. Juga dijadikannya bulan sebagai perhitungan waktu di mana Allah menjadikan setiap tahun berisi 12 bulan.
Firman Allah: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (At-Taubah: 36)
Diantara kedua belas bulan yang kita kenal seperti diterangkan dalam ayat ini, yaitu Muharram, Shafar, Rabi’ul Awwal, Rabi’uts Tsani, Jumadil Awwal, Jumadi Ats-Tsani, Rajab, Sya’ban, Ramadlan, Syawal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah. Adapun yang dimaksud dengan empat bulan haram adalah Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram.
Sejarah Tahun Baru Islam
Pola penghitungan bulan dan tahun dalam Islam dibuktikan dengan adanya perintah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam kepada shahabatnya untuk melihat hilal dalam menentukan bulan Ramadlan dan Syawal. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, beliau mendengar Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kalian melihatnya (hilal) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya maka berbukalah. Namun bila mendung menghalangi kalian, perkiraan baginya.” (HR. Muttafaqun `alaihi)
Sedangkan awal penentuan tahun Islami, dimulai pada jaman khalifah Amirul Mukminin Umar bin Khattab radliyallahu `anhu beliau mengumpulkan para ahli untuk membicarakan darimana dimulainya tahun Islami. Hal ini terjadi kurang lebih pada 16 H atau 17 H. maka sempat muncul berbagai pendapat, di antaranya: 1) Dihitung dari kelahiran Rasulullah. 2) Dihitung dari kematian beliau. 3) Dihitung dari hijrahnya beliau. 4) Dihitung sejak kerasulan beliau.
Berbagai pendapat itu kemudian disimpulkan dan diputuskan oleh Amirul Mukminin bahwa dimulainya perhitungan tahun Islami adalah dari hijrahnya Rasulullah SAW karena sejak disyariatkannya hijrah, Allah Ta`ala memilah antara yang haq dan yang bathil. Pada waktu itu pula awal pendirian negara Islam.
Agaknya perdebatan kembali muncul, setelah ditentukannya awal perhitungan tahun Islam. Silang pendapat untuk menentukan bulan apa yang dipakai sebagai pemula tahun baru lalu mencuat. Berbagai pependapat lalu dilontarkan, ada yang usul Rabi’ul Awwal karena di waktu itu dimulai perintah hijrah dari Makkah ke Madinah. Usul lain memilih bulan Ramadlan karena di bulan itu diturunkannya Al-Qur’an.
Perdebatan kemudian berakhir setelah sebagian besar dari kalangan shahabat seperti Umar, Utsman dan Ali radliyallahu `anhum `ajma`in sepakat bahwa tahun baru Islami dimulai dari bulan Muharram. Kenapa? Alasannya pada bulan itu banyak hal-hal atau aktifitas yang diharamkan di antaranya tidak boleh mengadakan peperangan. Kecuali dalam keadaan diserang maka diperbolehkan melawannya.
Sebagaimana firman Allah: “Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan; dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.” (Al-Baqarah:191)
Mengapa dikatakan Muharram sebagai bulan haram? Didasarkan pada ayat lain dimana Allah juga berfirman: “Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishash. Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah berserta orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 194)
Istilah lain yang berkembang kemudian, berdasarkan kalender yang menyebar tertulis istilah Muharram ini dengan As-syura. Darimanakah kata ini mula-mula diambil? Berbagai pendapat lalu muncul, sebagian besar berpendapat kata Asyura berasal dari kata Asyir yang artinya kesepuluh (hari kesepuluh di bulan Muharram).
Dari Ibnu Abbas radliyallahu `anhuma bahwasanya ”Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam puasa di hari Asyura (kesepuluh) dan beliau memerintahkan untuk berpuasa padanya.” (HR. Bukhari 4 / 214, Muslim 1130, Abu Dawud 2444)
Dari Abu Hurairah radliyallahu `anhu, dia berkata: telah bersabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam: “Puasa yang paling utama setelah ramadlan adalah bulan Muharram dan shalat yang paling utama setelah shalat fardlu adalah shalat malam.” (HR. Muslim 3 / 169, Abu Dawud 2429, Tirmidzi 1 / 143, Ad-Darimi 2 / 21, Ibnu Majah 1742, Al-Baihaqi 4 / 291, Ahmad 2 / 303)
Dari Abu Qatadah Al-Anshari radliyallahu `anhu bahwa beliau Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam ditanya tentang puasa di hari Asyura, maka beliau menjawab: “Menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang lalu.” (HR. Muslim 1162) Dan dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Puasa Asyura aku harapkan agar menghapus dosa-dosa tahun yang lalu.” (HR. Muslim 3 / 167, Abu Dawud 2425, Al-Baihaqi 4 / 286, Ahmad 5 / 295)
Amalan di Bulan Muharram
Keutamaan berpuasa di bulan Muharram oleh para ulama telah disepakati, namun terdapat silang pendapat di antara mereka tentang hukum dan waktunya. Ada sebagian pendapat yang mengatakan wajib, tetapi jumhur ulama berpendapat hukumnya adalah sunnah. Demikian pula tentang waktunya mereka bersilang pendapat. Di antara pendapat-pendapat tersebut adalah:
Hari yang kesepuluh saja. Berdasarkan dlahir hadits-hadits yang telah lewat penyebutannya.
Hari kesembilan dan kesepuluh. Berdasarkan penggabungan dua hadits yang insya Allah akan datang uraiannya.
Hari yang kesembilan dan kesepuluh atau hari yang kesepuluh dan kesebelas, berdasarkan dalil-dalil yang menerangkan diwajibkannya untuk menyelisihi Ahlul Kitab.
Hari yang kesembilan saja. Berdasarkan hadits-hadits Ibnu Abbas radliyallahu `anhuma bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh jika aku masih hidup hingga tahun mendatang, aku akan berpuasa di hari yang kesembilan.” (HR. Muslim 1134)
Diantara pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat kedua yang menyatakan disyariatkannya puasa di bulan Muharram di hari yang kesembilan dan kesepuluh. Pendapat ini yang dianut kebanyakan para ulama, seperti: Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih, Ibnul Qayyim dan lain-lain dari selain mereka. Hal ini berdasarkan pemaduan hadits-hadits yang dlahirnya Rasulullah melakukan puasa di hari kesepuluh sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan Abu Qatadah yang telah lewat, dengan hadits yang dlahirnya bahwa beliau berniat untuk berpuasa di hari yang kesembilan sebagaimana hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Sementara di antara keutamaan lain yang terkandung di bulan Muharram adalah sebagai berikut: Dosa yang dilakukan pada bulan-bulan yang dimuliakan tersebut lebih dahsyat dari bulan-bulan selainnya. Dan begitu juga sebaliknya bahwa pahala amal shalih begitu besar dibandingkan bulan-bulan lainnya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman, artinya: “Janganlah kalian mendzalimi diri-diri kalian di dalamnya -bulan-bulan tersebut- (QS. at-Taubah: 36)
Berkata Ibnu Katsir: “Di bulan-bulan yang Allah tetapkan di dalam setahun kemudian Allah khususkan dari bulan-bulan tersebut empat bulan, yang Allah menjadikan sebagai bulan-bulan yang mulia dan mengagungkan kemulyaaannya, dan menetapkan perbuatan dosa di dalamnya sangat besar, begitu pula dengan amal shalih pahalanya begitu besar.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir pada QS. at-Taubah:36)Disunnahkan memperbanyak puasa pada bulan Muharram, khususnya berpuasa pada tanggal 10 Muharram (puasa ‘Asyura).
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah al-Muharram.” (HR. Muslim) dan di dalam hadits yang lain beliau juga bersabda, “Puasa ‘Asyura menghapus kesalahan setahun yang telah lalu.” (HR. Muslim).
Ibnu Abbas berkata. “Tidaklah aku melihat Rasulullah lebih menjaga puasa pada hari yang diutamakannya dari hari yang lain kecuali hari ini, yaitu ‘Asyura.” (Shahih at-Targhib wa at-Tarhib).
Sedangkan diantara amalan yang dianjurkan dalam bulan Muharram adalah sebagai berikut: Tidak berbuat dzalim pada bulan ini, baik yang kecil maupun yang besar. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman, “…maka janganlah menganiaya diri dalam bulan yang empat itu.” (QS. at-Taubah: 36)
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Takutlah kalian terhadap kedhaliman, karena sesungguhnya kedhaliman itu merupakan kegelapan-kegelapan pada hari kiamat.” (HR. Muslim dan lainnya)
Dalam hadits yang lain beliau bersabda, “Tidak ada dari satu dosapun yang lebih pantas untuk dicepatkan siksanya dari pelaku dosa itu baik di dunia maupun di akhirat daripada melewati batas (kedhaliman) dan memutus silaturrahim.” (ash-Shahihah, no. 915).
Demikian tulisan yang bisa kami sajikan dan disarikan dari berbagai sumber. Semoga Allah SWT memberikan karunia dan rahmat kepada kita sehingga tergolong sebagai orang-orang yang bertaqwa, beriman dan bersyukur yang semata-mata mengharapkan ridha Allah dengan memberikan ampunan dan pahala yang besar. Amin. (wago)Â

Sepenggal Tragedi Karbala 10 Muharram 61 H

10 Muharram 1429 H: Sabtu, 19 Januari 2008.Pada hari Asyura, 10 Muharram 61 H, terjadilah Tragedi Karbala.Peristiwa Karbala yang menimpa Al-Husein bin Ali bin Abi Thalib (sa) jauh sebelumnya telah diberitakan oleh malaikat Jibril kepada Rasulullah saw. Ummu Salamah isteri tercinta Rasulullah saw menuturkan: Ketika hendak tidur Rasulullah saw gelisah, ia berbaring kemudian bangun, berbaring dan bangun lagi. Aku bertanya kepadanya: Mengapa engkau gelisah ya Rasulallah? Rasulullah saw menjawab: “Baru saja Jibril datang kepadaku memberitakan bahwa Al-Husein akan terbunuh di Karbala. Ia membawa tanah ini dan simpanlah tanah ini. Jika tanah ini kelak telah berubah warna menjadi merah pertanda Al-Husein telah terbunuh.” Ummu Salamah menyimpan tanah itu.Al-Husein (sa) mengajak keluarganya dan sahabat-sahabat Nabi saw yang masih hidup saat itu untuk bergabung bersamanya. Sebelum meninggalkan kota Madinah, Al-Husein (sa) pergi berziarah ke pusara kakeknya Rasulullah saw. Di kubur Kakeknya ia membaca doa dan menangis hingga larut malam dan tertidur. Dalam tidurnya ia mimpi Rasulullah saw datang kepadanya, memeluknya dan mencium keningnya. Dalam mimpinya Rasulullah saw berpesan: “Wahai Husein, ayahmu, ibumu dan kakakmu menyampaikan salam padamu, mereka rindu kepadamu ingin segera berjumpa denganmu. Wahai Husein, tidak lama lagi kamu akan menyusulku dengan kesyahidanmu.” Lalu Al-Husein terbangun.Di kubur kakeknya Al-Husein berjanji dan bertekah untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, menyampaikan Islam sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Ia mendatangi keluarganya dan mengajak sebagian sahabat-sahabat Nabi saw yang masih hidup saat itu untuk bergabung bersamanya.Ketika akan meninggalkan kota Madinah menuju ke Irak, Al-Husein pamet kepada Ummu Salamah, ia menangis dan mengantarkannya dengan linangan air mata, ia terkenang saat bersama Rasulullah saw dan teringat akan pesan yang disampaikan kepadanya.Kini Al-Husein dan rombongannya berangkat menuju Irak. Karena lelahnya perjalanan yang cukup jauh, Al-Husein dan rombongan yang tidak lebih dari 73 orang berhenti di padang Karbala. Rombongan Al-Husein (sa) terdiri dari keluarganya dan sebagian sahabat-sahabat Nabi saw. Mereka memancangkan kemah-kemah di padang Karbala untuk berteduh dari sengatan panas matahari dan istirahat karena lelahnya perjalanan yang cukup jauh.Deru suara kuda terdengar dari kejauhan. Semakin lama suara itu semakin jelas bahwa suara itu adalah suara deru kuda pasukan Ibnu Ziyad yang jumlahnya ribuan. Rombongan Al-Husein yang jumlahnya tidak lebih dari 73 orang terdiri dari: anak-anak kecil dan wanita dari keluarganya, dan sebagian sahabat-sahabat Nabi saw. Mereka harus berhadapan dengan ribuan pasukan Ibnu Ziyad gubernur pilihan Yazid bin Muawiyah.Karena jauhnya perjalanan Al-Husein dan rombongannya kehabisan bekal. Mereka dalam keadaan haus dan lapar. Sebagian dari mereka berusaha mengambil air dari sungai Efrat, tapi mereka dihadang oleh pasukan Ibnu Ziyah. Mereka tetap berusaha keras mengambil air untuk dipersembahkan kepada Al-Husein dan keluarganya serta rombongan yang kehausan. Tapi mereka gagal karena diserang oleh anak-anak panah pasukan Ibnu Ziyah, dan mereka berguguran menjadi syuhada’.10 Muharram 61 H, pasukan Ibnu Ziyad mulai melakukan serangan pada rombongan Al-Husein yang dalam keadaan haus dan lapar. Salah seorang pasukan melancarkan anak panah pada leher anak Al-Husein yang masih bayi dan berada dalam pangkuan ibunya, sehingga mengalirlah darah dari lehernya dan meninggallah bayi yang tak berdosa itu.Pada sore hari 10 Muharram 61 H, pasukan Al-Husein banyak yang berguguran. Sehingga Al-Husein (sa) tinggallah seorang diri dan beberapa anak-anak dan wanita. Dalam keadaan haus dan lapar di depan pasukan Ibnu Ziyad , Al-Husein (sa) berkata: “Bukalah hati nurani kalian, bukankah aku adalah putera Fatimah dan cucu Rasulullah saw. Pandanglah aku baik-baik, bukankah baju yang aku pakai adalah baju Rasululah saw.”Tapi sayang seribu sayang karena emeng-emeng hadiah jabatan dan materi dari Ibnu Ziyah dan Yazid bin Muawiyah, kecuali Al-Hurr pasukan Ibnu Ziyad tidak memperdulikan ajakan Al-Husein (sa), mereka menyerang Al-Husein yang tinggal seorang diri. Serangan itu disaksikan oleh Zainab (adiknya), Syaherbanu (isterinya), Ali bin Husein (puteranya), dan rombongan yang masih hidup yang terdiri dari wanita dan anak-anak. Pasukan Ibnu Ziyad melancarkan anak-anak panah pada tubuh Al-Husein, dan darah mengalir dari tubuhnya yang sudah lemah. Akhirnya Al-Husein terjatuh di tengah-tengah mayat para syuhada’ dari pasukannya.Melihat Al-Husein terjatuh dan tak berdaya, Syimir dari pasukan Ibnu Ziyah turun dari kudanya, menginjak-injakkan kakinya ke dada Al-Husein, lalu menduduki dadanya dan menghunus pedang, kemudian menyembelih leher Al-Husein yang dalam kehausan, sehingga terputuslah lehernya dari tubuhnya. Menyaksikan peristiwa yang tragis ini Zainab dan isterinya serta anak-anak kecil menangis dan menjerit tragis. Tidak hanya itu kekejaman Syimir, ia melemparkan kepala Al-Husein yang berlumuran ke kemah Zainab. Semakin histeris tangisan Zainab dan isterinya menyaksikan kepala Al-Husein yang berlumuran darah berada di dekatnya.Zainab menangis dan menjerit, jeritannya memecah suasana duka. Ia merintih sambil berkata: Oh… Husein, dahulu aku menyaksikan kakakku Al-Hasan meninggal diracun oleh orang terdekatnya, dan kini aku harus menyaksikan kepergianmu dibantai dan disembelih dalam keadaan haus dan lapar.Ya Allah, ya Rasullallah, saksikan semua ini. Al-Husein telah meninggalkan kami dibantai di Karbala dalam keadaan haus dan lapar. Dibantai oleh ummatmu yang mengharapkan syafaatmu. Ya Allah, ya Rasulallah Akankah mereka memperoleh syafaatmu sementara mereka menghinakan keluargamu, dan membantai Al-Husein yang paling engkau cintai?10 Muharram 61 H, bersamaan akan tenggelamnya matahari, mega merah pun mewarnai kemerahan ufuk barat, saat itulah tanah Karbala memerah, banjiri darah Al-Husein (sa) dan para syuhada’ Karbala. Bumi menangis, langit dan penghuinya berduka atas kepergian Al-Husein (sa) pejuang kebenaran dan keadilan.Dari sebagian sumber riwayat menuturkan bahwa sejak kepergian Al-Husein dari Madinah Ummu Salamah selalu memperhatikan tanah yang dititipkan oleh Rasulullah saw, saat Al-Husein terbunuh tanah itu berubah warna menjadi merah, Ummu Salamah menangis, teringat pesan-pesan Rasulullah saw dan terkenang saat-saat bersamanya. Kini rombongan Al-Husein (sa) yang masih hidup tinggallah: Zainab dan isterinya, Ali putra Al-Husein yang sedang sakit, dan sisa rombongannya yang masih hidup yang terdiri dari anak-anak dan wanita. Mereka diikat rantai dan digiring dalam keadaan haus dan lapar, dari karbala menuju kantor gubernur Ibnu Ziyad yang kemudian mereka digiring ke istana Yazid bin Muawiyah di Damaskus. Dalam keadaan lemah, lapar dan haus, mereka dirantai dan digiring di sepanjang jalan kota Kufah. Mereka disaksikan oleh penduduk Kufah yang berbaris di sepanjang jalan. Mereka menundukkan kepala, malu dengan sorotan mata yang memandangi mereka.Kini sisa rombongan Al-Husein digiring ke istana Yazid bin Muawiyah. Sebagian pasukan membawa kepala Al-Husein untuk dipersembahkan kepada Yazid. Dengan mempersembahkan kepala Al-Husein dan tawanan wanita dan anak kecil yang sebagian dari mereka adalah cucu dan keturunan Nabi saw, mereka berharap mendapatkan imbalan jabatan dan materi sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Yazid bin Muawiyah. Kini tiba saatnya Yazid, Ibnu Ziyad, para pejabat dan pasukannya berpesta di istana, merayakan kemenangannya.Duhai para pejuang kebenaran dan keadilan, hati siapa yang tidak teriris dan berduka menyaksikan tragedi Karbala?Duhai para pecinta Rasulullah dan keluarganya, hati siapa yang tidak merasa sedih dan iba menyaksikan keluarga Nabi saw dirantai dan digiring di sepanjang kota Kufahdalam keadaan haus dan lapar lalu dihinakan di istana Yazid bin Muawiyah?Duhai kaum muslimin dan ummat Rasulullah saw, peristiwa apalagi dalam sejarah manusia yang lebih tragis dari peristiwa Karbala?Duhai orang-orang yang lemah dan tertindas, hati siapa yang tidak tesentuh dan terbangkitkan oleh semangat darah Al-Husein dan para syuhada’ Karbala?Duhai kaum muslimin dan mukminin ummat Rasulullah saw, masih adakah hati yang keberatan menyampaikan salam dan ziarah kepada Al-Husein (sa) dan para syuhada’ Karbala?Mari kaum muslimin, para pecinta kebenaran dan keadilan kita ucapkan salam:اَلسَّلامُ عَلَى الْحُسَيْنِ وَعَلى عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ وَعَلى اَوْلادِ الْحُسَيْنِ وَعَلى اَصْحابِ الْحُسَيْنِ.Assalâmu ‘alal Husayn wa ‘alâ Aliyibnil Husayn wa ‘alâ awlâdil Husayn wa ‘alâ ashhâbil Husayn.Salam pada Al-Husein, salam pada Ali bin Husein, salam pada semua putera Al-Husein, dan salam pada semua sahabat Al-Husein.

Tragedi Karbala dan Khilafah Islamiyah

Kita sekarang berada di bulan Muharam. Bulan berduka bagi keluarga Nabi saw dan pengikutnya. Di bulan ini terjadi tragedi Karbala, peristiwa yang paling tragis dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia.Tragedi Karbala terjadi pada 10 Muharram 61 H. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Asyura. Hampir semua kaum muslimin di Indonesia mengenal Asyura. Sehinggadi Padang, Riau dan Aceh diadakan upaca Tabut, bahkan tarian Saman Aceh diduga sebagai jejak upacara ratapan Asyura, di Jawa diadakan upacara saling antar bubur Suro, tidak melangsung ucapara bersenang-senang seperti perkawinan dan lainnya, juga di Madura ditradisikan saling antar bubur pedas, juga masyarakat muslim di daerah-daerah nelayan enggan melaut, semua ini menyimbolkan kepedihan Asyura, tragedi Karbala.Peristiwa Karbala adalah peristiwa dimana kebenaran dengan kebatilan, keadilan dengan kezaliman saling berhadapan. Semestinya tidak ada seorang pun muslim yang meragukan peristiwa ini, yakni dengan bersikap netral. Ketika Al-Husein bin Abi Thalib (sa) dan pasukannya berhadapan dengan Yazid bin Muawiyah dan pasukannya, maka ini berarti telah berhadapan antara kebenaran dengan kebatilan, keadilan dengan kezaliman, para pecinta jabatan dengan pecinta Allah, dan pelahap dunia dengan pengharap akhirat. Dua kubu ini tidak pernah bersatu sejak zaman para nabi terdahulu, sejak zaman Rasulullah saw hingga zaman kita sekarang, bahkan sampai akhir zaman. Jika terjadi kedua kubu ini bersatu, itu adalah kepura-puraan dan kemunafikan, bukan perjuangan kebenaran dan keadilan yang sejati.Imam Ali bin Abi Thalib (sa) pernah berkata: Ketika telah berhadapan antara pasukan kebenaran dengan pasukan kebatilan, keadilan dengan kezaliman, kemudian ada orang yang netral maka doronglah ia pada musuh. Kebenaran ini telah membuktikan keberadaannya dalam kehidupan kita sekarang.Dalam perjuangan tidak boleh ada orang-orang yang netral, karena sikap ini akan membahayakan perjuangan itu sendiri. Dengan sikap netral mereka akan mudah membaca peluang dan kesempatan untuk meraih dunia dan jabatan. Sehingga saat musuh menawarkan dunia dan jabatan, mereka akan dengan mudahnya meninggalkan pemimpin yang sholeh dan perjuangannya. Kemudian menjual kepada musuh rahasia-rahasia perjuangan dengan jabatan dan dunia. Bukankah hal ini yang banyak terjadi dalam perjuangan ummat Islam dari dulu hingga sekarang.Sekiranya dalam perjuangan ummat Islam di dunia tidak ada mereka yang netral, para pencari jabatan dan pelahap dunia, niscaya Islam dan ummatnya sudah berjaya sejak dulu, dan Israil tidak menguasai ummat Islam.Kejadian inilah yang dialami oleh pejuang kebenaran dan keadilan, Al-Husein (sa) cucu tercinta Rasulullah saw dikhianati oleh orang-orang Kufah yang awalnya berjanji untuk berbaiat kepadanya, tapi ternyata mereka menghadang Al-Husein (sa) dan rombongannya dengan hunusan pedang. Mengapa mereka berbalik 100 derajat? Karena mereka mengharap janji-janji Yazid dan Ibnu Ziyad berupa jabatan dan dunia. Di sisi yang lain mereka mengenal bahwa pribadi Al-Husein (sa) bersikap tegas terhadap para pengharap jabatan dan pelahap dunia, tidak pernah kompromi terhadap kezaliman dan kebatilan. Kita harus mengambil pelajaran dari peristiwa Karbala dan perang Uhud. Mengapa secara fisik, bukan secara mental dan ruhani, pihak pejuang kebenaran dan keadilan menderita kekalahan? Jelas ini disebabkan oleh mental kaum muslimin. Bukan disebabkan oleh pemimpin yang suci dan perjuangan itu sendiri.Khilafah Islamiyah?Akankah kita mengulang kejadian zaman dulu? Memperjuangkan Khilafah Islamiyah, tapi menindas dan membunuh orang-orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.Simbol-simbol Islam dijadikan alat untuk menindas orang-orang yang lemah, memeras keringat rakyat kecil dan darah kaum muslimin. Ini jelas menyalahi prinsip Islam. Kita ummat Islam tidak boleh mencontoh sikap dan mental Yazid bin Muawiyah yang membangun khilafah Islamiyah dengan simbol-simbol keislaman dan jubahnya untuk mengelabui ummat Islam, dan membunuh Al-Husein (sa) manusia yang paling dicintai oleh Rasulullah saw.Duhai saudara-saudaraku kaum muslimin, marilah kita renungi dengan pikiran yang bersih dan hati yang suci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut:1) Mengapa Yazid bin Muawiyah dan Ibnu Ziyad memerangi Al-Husein? Padahal tentang Ali, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husein (sa) Rasulullah saw bersabda:“Aku memerangi orang yang kalian perangi, dan berdamai dengan orang yang kalian berdamai dengannya.” (Shahih At-Tirmidzi 2/319, bab 61, hadis ke 3870)“Aku memerangi orang yang memerangi kalian, dan berdamai dengan orang yang berdamai dengan kalian.” (Musnad Ahmad 2/442, hadis ke 9405)2) Mengapa pasukan Ibu Ziyad melancarkan anak-anak panah ke tubuh Al-Husein (sa), dan Syimir menyembelih lehernya ssehingga terpisah dari tubuhnya? Padahal Ummul Fadhel pernah bercerita: Aku melihat di rumahku seolah-olah ada bagian dari tubuh Rasulullah saw. Lalu aku datang kepada Rasulullah saw menceritakan kejadian ini. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Apa yang kamu lihat itu adalah kebaikan, Fatimah akan melahirkan seorang bayi, dan kamu akan menyusuinya.” (Musnad Ahmad 6: 399, hadis ke 26334)Usamah bin Zaid berkata: Pada suatu malam aku datang kepada Nabi saw karena suatu keperluan, lalu beliau keluar rumah dan menyelimuti sesuatu, aku tidak tahu apa yang diselimuti. Setelah selesai keperluanku, aku bertanya: Apa yang engkau selimuti? Kemudian Rasulullah saw membukanya: Ternyata beliau menggendong Hasan dan Husein. Lalu beliau bersabda: “Kedua anak ini adalah puteraku dan putera dari puteriku. Ya Allah, sungguh aku mencintai keduanya, jadikan aku menyayangi dan mencintai keduanya.” (Shahih Tirmidzi 2: 240, hadis ke 3769)3) Mengapa pasukan Ibnu Yazid dan Ibnu Ziyad memerangi Al-Husein (as)? Dan akankah kita kaum muslimin bersikap netral dalam peristiwa Karbala, sementara Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw:“Barangsiapa yang mencintai Al-Hasan dan Al-Husein ia telah mencintaiku, dan barangsiapa yang membenci keduanya ia telah membenciku.” (Shahih Ibnu Majah, ttg keutamaan Al-Hasan dan Al-Husein)Rasulullah saw juga bersabda:“Al-Hasan dan Al-Husein adalah puteraku, barangsiapa yang mencintai keduanya ia mencintaiku, barangsiapa yang mencintaiku ia dicintai oleh Allah, dan barangsiapa yang dicintai oleh Allah ia akan masuk surga. Barangsiapa yang membenci keduanya ia membenciku, barangsiapa yang membenciku ia dibenci oleh Allah, dan barangsiapa yang dibenci oleh ia akan masuk neraka.” Al-Hakim berkata: Hadis ini shahih berdasarkan persyaratan Bukhari dan Muslim. (Mustadrak Al-Hakim 3: 166)4) Mengapa Ibnu Ziyad menusukkan tombaknya ke mulut Al-Husein (sa) yang kepalanya sudah terpisah dari tubuhnya? Padahal Abu Ya’la bin Marrah pernah menuturkan: Sesungguhnya Nabi saw memeluk Al-Husein dan mengelus kepalanya, lalu mencium mulutnya. (Dzakhair Al-Uqba: 126)Anas bin Malik berkata: Ketika Al-Husein (as) terbunuh, kepalanya dipersembahkan kepada Ibnu Ziyad, lalu ia menusukkan tombaknya pada gigi Al-Husein, sambil berkata: Jika Husein punya gigi muka... Aku (Anas bin Malik) berkata dalam diriku: Celaka kamu, sungguh aku melihat Rasulullah saw telah mencium mulut Al-Husein yang kamu tusuk dengan tombakmu. (Mustadrak Al-Hakim 3: 177; Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah Ibnu Hajar, bab 11 hlm 118)5) Bagaimana mungkin kita tidak membela Al-Husein (sa) dan mencontoh pribadinya? Sementara Abu Said Al-Khudri pernah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:“Al-Hasan dan Al-Husein adalah penghulu pemuda ahli surga.” (Shahih Tirmidzi 2: 306, hadis ke 3768; Musnad Ahmad 3: 3, 62 dan 82, hadis ke 10616)6) Apakah Allah swt tidak menurunkan pertolongan terhadap Al-Husein (sa) dan rombongannya? Padahal Ibnu Abbas pernah berkata bahwa Rasulullah saw mendoakan Al-Hasan dan Husein (sa) dalam sabdanya: “Sesungguhnya orang tua kalian berdua mendoakan perlindungan bagi kalian berdua seperti doa perlindungan yang dipanjatkan oleh Ibrahim untuk Ismail dan Ishaq (as).” (Shahih Bukhari, kitab awal penciptaan; Shahih Tirmidzi1: 6, bab 18, hadis ke 2060)Tentang mengapa para pejuang kebenaran dan keadilan kalah secara fisik? Tentu jawabannya, kekalahan itu tidak disebabkan oleh pemimpin yang suci dan para pejuang yang sejati. Tetapi oleh kondisi ummat Islam saat itu. Sekiranya ummat Islam saat itu, khususnya penduduk Kufah yang awalnya akan berbait kepada Al-Husein (sa), mereka berpihak kepadanya, tentulah missi Al-Husein (sa) akan tegak di muka bumi secara fisik dan ruhani, dan nasib ummat Islam tidak seperti sekarang ini. Sebagaimana yang dicatat oleh sejarah bahwa missi Al-Husein (sa) hanya didukung dan disertai tidak lebih dari 73 orang, itu pun sebagian mereka terdiri dari wanita dan anak-anak kecil.Jika kita masih bersikeras mempersoalkan Allah swt Maha Kuasa memberi pertolongan dan kemenangan, maka jawabannya hampir sama dengan mengapa pasukan Islam menderita kekalahan dalam perang Uhud, padahal di situ ada orang yang paling dicintai oleh Allah swt yaitu Rasulullah saw, bahkan hampir-hampir beliau menjadi korban akibat perebutan harta rampasan dari pihak pasukan Islam.Jadi, di sini jelas bahwa kekalahan dalam perjuangan kebenaran dan keadilan adalah disebabkan oleh pengkhianatan, kemunafikan, kegilaan terhadap jabatan, kerakusan terhadap dunia, dan mental setengah hati alias netral.Jika dalam perjuangan Islam ada orang-orang yang bermental seperti itu, maka yang akan menjadi korban adalah pemimpin yang suci dan para pejuang yang sejati. Jika kita ingin menegakkan Khilafah Islamiyah, maka benahi dulu mental para pejuangnya. Agar Khilafah Islamiyah tidak dijadikan pembungkus kezaliman dan penindasan seperti yang dibangun oleh Yazid bin Muawiyah dan Ibnu Ziyah.Dalam perjuangan dibutuhkan pemimpin yang berani, cerdas dan suci. Yang didukung oleh para pejuang yang sejati, memiliki pandangan yang luas dan berhati bersih, tidak berkhianat, tidak gila jabatan dan tidak racus terhadap dunia. Jika mental ini belum menghunjam ke dalam pikiran dan hati kaum muslimin, maka jangan diharapkan Khilafah Islamiyah yang sebenarnya akan tegak di muka bumi.Kita harus banyak belajar dari peristiwa sejarah. Bukankah kita menyaksikan betapa banyak korban para pejuang Palestina dan ummat Islam di sana. Mengapa hingga sekarang ummat Islam tidak mampu melumpuhkan kekuatan Israil padahal secara kwantitas jumlahnya jauh lebih kecil ketimbang ummat Islam? Mengapa para pejuangan kebenaran dan keadilan di Indonesia juga tidak mampu menghancurkan kezaliman dan penindasan padahal nurani rakyat kecil mendambakan keadilan dan kesejahteraan? Jawabannya sama, sunnatullah itu berlaku dari dulu hingga sekarang, dan dimana saja. Allah swt berfirman:"Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu bangsa, sehingga mereka merubah mental mereka." (Ar-Ra'd: 11)WassalamSyamsuri Rifai